Beranda | Artikel
Kisah Pemuda Penghuni Gua (Ashabul Kahfi) Part 1
Kamis, 6 Oktober 2022

Al-Kahfi menjadi nama sebuah surat di dalam Al-Quran. Salah satu cerita yang diangkat di dalam surat ini adalah, kisah Ashabul Kahfi. Yaitu tentang tujuh pemuda solih penghuni gua. 

Allah mengatakan tentang ketujuh pemuda itu…

اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ

Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhannya, lalu Kami tambahkan hidayah kepada mereka. (QS. Al-Kahfi : 13)

Pemuda – pemuda sholih yang pergi dari tanah airnya, demi menyelamatkan agama mereka. Karena mereka tinggal di lingkungan masyarakat yang kental dengan praktek kesyirikan. Imam Ibnu Katsir menerangkan bahwa ada ahli sejarah yang menyatakan bahwa ketujuh pemuda itu menganut agama nasrani yang dibawa oleh Nabi Isa. Namun beliau menurut Imam Ibnu Katsir, pemuda Ashabul Kahfi menganut agama tauhid sebelum agama Nasrani. Beliau menyanggah kesimpulan agama mereka adalah Nasrani dengan landasan, 

فإنهم لو كانوا على دين النصرانية لما اعتنى أحبار اليهود بحفظ خبرهم وأمرهم لمباينتهم لهم

“Kalau saja agama mereka Nasrani, tentu pendeta – pendeta Yahudi tidak akan tertarik menjaga kabar / kisah mereka. Karena Yahudi berseteru dengan Nasrani.” (Mukhtashor Tafsir Ibnu Katsir 2/465)

Pada awalnya, ketujuh pemuda ini hidup nyaman dan mewah. Karena sejumlah ahli tafsir menerangkan, mereka adalah putra – putra raja – raja romawi. Namun mereka rela bersabar meninggalkan zona nyaman, demi menyelamatkan agama dan iman mereka. 

Mereka pergi menuju sebuah gua yang ada di gunung. Untuk bersembuyi dari kejaran masyarakat mereka yang telah tahu bahwa mereka pergi untuk meninggalkan agama syirik yang dianut oleh masyarakat tersebut. Saat menemukan gua yang dirasa tepat untuk bersembunyi, mereka masuk ke mulut gua seraya memanjatkan doa yang tersebut pada ayat ini :

إِذۡ أَوَى ٱلۡفِتۡيَةُ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ فَقَالُواْ رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةٗ وَهَيِّئۡ لَنَا مِنۡ أَمۡرِنَا رَشَدٗا 

(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” (QS. Al-Kahfi: 10)

Yang amat menarik dari kisah tujuh pemuda ini, ternyata masing – masing mereka saat bertemu tidak saling mengenal satu sama lain. Namun uniknya, mereka pergi dengan motif yang sama, yaitu menyelamatkan agama tauhid yang mereka anut. Lalu Allah kumpulkan mereka di tempat yang sama. Sebagaimana diterangkan oleh Imam Ibnu Katsir -rahimahullah- berikut,

ولا يعرف واحد منهم اﻵخر وإنما جمعهم هناك الذي جمع قلوبهم اﻹيمان

“Ketujuh pemuda itu tidak saling mengenal. Yang memperkumpulkan mereka adalah suatu hal yang menyatukan hati mereka, yaitu iman.” (Mukhtashor Tafsir Ibnu Katsir – Ahmad Syakir, 2/466)

Kisah unik ini mengingatkan kita pada sebuah hadis shahih riwayat Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda,

اﻷرواح جند مجندة فما تعارف منها ائتلف وما تناكر منها اختلف

“Ruh manusia itu ibarat tentara. Jika saling cocok maka akan mendekat. Jika tidak cocok maka akan saling menjauh.”  (HR. Bukhori, hadis Aisyah -radhiyallahu’anha-)

Sejumlah pelajaran yang bisa kita petik dari cerita Ashabul Kahfi di atas adalah :

  1. Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah ganti dengan yang lebih baik. Tujuh pemuda itu meninggalkan kemewahan dunia demi menyelamatkan iman mereka. Allah ganti dengan kemuliaan di dunia dan akhirat. Sampai kisah mereka diabadikan di dalam kitab suci paling mulia; Al-Quran Al-Karim.
  2. Motivasi berhijrah. Pemuda itu awalnya tinggal di lingkungan dan komunitas yang amat buruk, praktek kesyirikan sangat familiar di lingkungan itu. Kemudian mereka berpindah ke lingkungan dan komunitas yang baik, bisa beribadah kepada Allah dengan leluasa dan istiqomah.
  3. Ukuran baik buruknya lingkungan hidup, bukanlah dilihat dari mewahnya atau nyamannya secara duniawi. Tapi lebih ke kenyamanan ruhani untuk beriman dan leluasa beribadah kepada Allah. Ashabul Kahfi meninggalkan kemewahan dunia, lebih memilih tinggal di dalam gua, asal agama tauhid mereka tidak ternodai.
  4. Keutamaan sikap jujur kepada Allah. Seorang jika jujur kepada Allah ingin mencari hidayah, maka pasti Allah kabulkan niat baiknya itu.
  5. Orang baik pasti akan berkumpul dengan orang baik. Sebagaimana orang jahat akan berkumpul dengan orang jahat.

Semoga Allah menambah iman dan hidayah kepada kita semua.

Sekian….

__

 

@ Ponpes Hamalatul Quran, 8 Rabiul Awal 1444 H

Ahmad Anshori


Artikel asli: https://remajaislam.com/1906-kisah-pemuda-penghuni-gua-ashabul-kahfi-part-1.html